Minggu, 07 April 2013

ASAL-USUL NAMA "BALI"

Tiga buah nama untuk pulau Bali yang berhasil ditemukan dalam prasasti-prasasti sampai pada saat ini adalah nama-nama: Wali, Bali dan Banten.
Sebutan "Wali" untuk pulau Bali ditemukan dalam prasasti-prasasti Blanjong (di daerah Sanur, Denpasar) yang bertahun Saka 835 (913 Masehi).   Nama Wali itu ditemukan dalam kaitannya dengan kata-kata dalam prasasti tersebut yang berbunyi .......Walidwipa.......Pulau Bali.  Kata Wali yang berasal dari kata Sansekerta berarti "persembahan" dalam bahasa Inggris disebut "offering".

Pada tahun Saka 905  yakni tujuh puluh tahun setelah ditulisnya kata Wali untuk nama pulau Bali dalam prasasti Gobleg, Pura Desa II.  Dalam prasasti ini ditemukan kata-kata .......siwyan....... dini di Bali ......... yang artinya "dihormati disini di Bali".   Nama Bali untuk pulau Bali ditemukan  pula dalam prasasti Raja Jayapangus antara lain dalam prasasti Buahan D (1103 Saka) dalam kaitannya dengan kata-kata yang berbunyi, ..........pinaka pangupajiwaning jiwa-jiwa wardhana ring Bali Dwipa, ......................... yang artinya " merupakan sumber penghidupan demi pertumbuhan setiap penduduk di pulau Bali.

Nama untuk pulau Bali yang ketiga adalah "Banten".   Nama Banten untuk pulau Bali pertama kali ditemukan dalam prasasti Tengkulak A yang bertahun Saka 945 (1023 Masehi) dalam kaitannya dengan kata-kata dalam prasasti ..........siniwi ring desa Banten .......... yang artinya adalah dihormati di pulau Bali.  Sebutan Banten ditemukan pula dalam kaitannya dengan nama salah seorang Raja Bali Kuna yang ditemukan dalam prasasti Langgahan yang bertahun Saka 1259 (1337 Masehi).  Raja Bali Kuna ini bernama Paduka Bharata Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten yang dapat diartikan, raja ibarat delapan dewa (penguasa arah mata angin) sebagai permatanya pulau Banten.

Jika ditinjau dari sudut bahasa ketiga nama untuk pulau Bali yakni Wali, Bali dan Banten, itu memiliki bentuk atau nama yang sama.  Kata Wali dan Bali memiliki bentuk dan makna yang sama dalam bahasa Bali. Bunyi W dan B dalam bahasa Bali adalah berkorespodensi (memiliki kepadanan).  Contoh lainnya terdapat dalam sejumlah kata-kata bahasa Bali, seperti Waruna dengan Baruna (Dewa penguasa laut), weringin dengan beringin, Wyasa dengan Byasa (Nabi Hindu), Wanwa dengan Banwa yang artinya perahu, kapal seperti nama pelabuhan Benoa di Denpasar yang berasal dari kata Banwa, Wali dengan Bali.  Keduanya memiliki wujud dan makna yang sama, memiliki arti "persembahan".

Jika kata Wali dan Bali memiliki wujud dan makna yang sama, maka kata Bali dengan Banten, memiliki makna yang sama.  Bentuk halus dari kata Bali adalah Banten.  Cara pembentukan bentuk halus dalam bahasa Bali semacam yang demikian itu dapat disejajarkan dengan bentuk-bentuk lain seperti kata sari dengan santen (sari), negari dengan negantun (negara), sesari dengan sesantun (isi), inti dari persembahan, kari dengan kantun (masih).

Makna yang terkandung dalam kata Wali diatas sesuai dengan kenyataan yang terdapat dalam masyarakat Hindu di Bali.  Umat Hindu di Bali mendekatkan diri kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dengan jalan melaksanakan Krama Marga yakni mendekatkan diri ke Penciptanya dengan jalan melakukan upacara-upacara yang menggunakan sesajen atau banten, persembahan.

Selan itu dalam Babad Arya Wang Bang Pinatih menyatakan Pulau Jawa dan Pulau Bali masih satu daratan memanjang yang menurut penulis asumsi kata panjang artinya dawa, dan nama pulau Jawa mirip dengan nama pulau Dawa karena memanjang (satu daratan).  Sekembalinya Mpu Siddhimantra dari lawatan beliau ke Bali untuk mencari putranya Ida Manik Angkeran dan dengan sarana tongkat saktinya pulau Bali dipisahkan dengan pulau Jawa yang kemudian adanya Segara Rupek yang sekarang disebut Selat Bali.

Sumber:  Bangli, I.B. Mutiara Dalam Budaya Hindu Bali (Pedoman Guide).2005. Paramita. Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar